SEJARAH BAHASA INDONESIA


    Kata ‘Indonesia’, pertama kali dilontarkan oleh salah seorang tokoh kebangsaan Inggris bernama George Samuel Earl, dengan menyebut kata ‘Indunesia’ pertama kali untuk menamai gugusan pulau di Lautan Hindia. Namun, para ilmuan berkebangsaan Eropa lebih sering menyebut dengan kata ‘Melayunesia’. Sejarah dunia mencatat, bahwa dalam majalah Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (Volume IV, P. 254, tahun 1850), seorang tokoh Inggris bernama J. R. Logan, menyebut gugusan pulau di Lautan Hindia dengan kata ‘Indonesian’. Kemudian, seiring berjalannya waktu, oleh tokoh berkebangsaan Jerman yang bernama Adolf Bastian, dan dalam bukunya yang berjudul Indonesian Order die Inseln des Malaysichen Archipel, ia menyebut kata ‘Indonesia’ untuk menamai gugusan pulau yang bertebaran di Lautan Hindia. Dan, kata ‘Indonesia’ inilah yang kemudian dipakai sebagai nama negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa (Ricklefs,397).  

Bahasa Melayu Sebagai Sumber (Akar) Sejarah Bahasa Indonesia

Apabila kita ingin membicarakan tentang sejarah Bahasa Indonesia, pastinya kita juga akan membicarakan bahasa Melayu sebagai sumber (akar) sejarah bahasa Indonesia. Sudah menjadi catatan sejarah nasional, bahwa bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dulu sudah dipakai sebagai bahasa penghubung (lingua franca) di hampir seluruh kawasan Asia Tenggara. Pertanyaan awal yang pasti muncul di benak kita adalah kapan sebenarnya bahasa Melayu mulai dipergunakan sebagai alat komunikasi? 

Sejarah Indonesia mencatat bahwa berbagai batu tertulis (prasasti) kuno yang ditemukan, seperti (1) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683; (2) Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684; (3) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686; dan (4) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688, yang bertulis Pra-Nagari dan bahasanya Melayu Kuno, memberi petunjuk kepada kita bahwa bahasa Melayu dalam bentuk Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya. (Burke, ) 

Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam Melayu Kuno terdapat di Jawa Tengah (Prasasti Gandasuli, tahun 832) dan di Bogor (Prasasti Bogor, tahun 942). Kedua prasasti di Pulau Jawa inilah yang memperkuat dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada waktu itu bukan saja dipakai di Pulau Sumatera saja, melainkan juga dipakai di Pulau Jawa (Prasasti, 114-119).  Kalau kita perhatikan secara saksama, nampak jelas bahwa ternyata dalam tulisan bahasa Melayu Kuno di prasasti di atas sudah ada teknik penulisan kata-kata yang ditulis dengan huruf miring, walaupun waktu sudah berlalu lebih dari 1.300 tahun lamanya. 

Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu mempunyai beberapa fungsi berikut.

1.  Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa-bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra

2.     Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antarsuku di Indonesia

3.     Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan, terutama di sepanjang pantai, baik suku yang ada di Indonesia maupun bagi pedagang-pedagang yang datang dari luar Indonesia

4.      Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa resmi di kerajaan. (Duija, 115-128)

 Seiring dengan berjalannya waktu, bahasa Melayu diresmikan sebagai bahasa Indonesia. Dan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia.

1.    Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan, dan bahasa perdagangan

2.   Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari, karena bahasa Melayu dikenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (ada ngoko, kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti dalam bahasa Sunda (kasar, lemes)

3.   Suku-suku di Indonesia sangat menerima dengan sukarela bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa negara Indonesia (sebagai bahasa nasional)

4.    Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang lebih luas. 


 Peresmian Nama Bahasa Indonesia

     Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang cepat dan menjadi bahasa modern di seluruh kepulauan Indonesia. Peresmian nama bahasa Indonesia ini ditandai dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 oleh pemuda Indonesia. Naskah Sumpah Pemuda adalah hasil dari Putusan Kongres Indonesia Tahun 1928, yang di dalamnya berisi tiga butir kebulatan tekad sebagai berikut. (NGELU & INDONESIA, n.d.)

 Kami putra dan putri Indonesia mengaku

Bertumpah darah satu, tanah Indonesia

 

Kami putra dan putri Indonesia mengaku

Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia

 

Kami putra dan putri Indonesia menjunjung Bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

 

Pernyataan pertama dalam teks Sumpah Pemuda adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau merupakan wilayah republik Indonesia adalah satu kesatuan tumpah darah yang disebut dengan Tanah Air Indonesia. Pernyataan teks yang kedua adalah pengakuan bahwa manusia-manusia yang menempati bumi Indonesia merupakan satu kesatuan yang disebut dengan bangsa Indonesia. Dan, pernyataan teks Sumpah Pemuda yang ketiga bukanlah sebuah bentuk pengakuan tentang ‘berbahasa satu’, melainkan sebuah pernyataan tekad kebahasaan, yang menyatakan bahwa kita sebagai bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.  


 

Subscribe to receive free email updates: